Sabtu, 29 Desember 2012

Perempuan atau Laki-laki = Manusia


Perempuan dianggap sebagai pelengkap hidup laki-laki, padahal perempuan dalam keseharian dan lingkungan sangat berperan penting. Belum tentu laki-laki bisa melakukannya secara umum, tetapi tetap saja perendahan terhadap kaum hawa terus berlangsung. Hal ini sangat bertentangan sekali dengan kenyataan yang sangat ril disekitar kita.
Di zaman sekarang ini, perempuan mulai menunjukan bahwa mereka juga mmpu melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh laki-laki. Malah sekarang ini, perempuan menjadi ujung tombak dalam urusan memimpin keluarga. Contohnya, banyak perempuan pergi bekerja keluar negeri menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) sementara suaminya berleha-leha. Belum lagi selepas pulang ke tanah air suaminya sudah tampak dengan istri baru, betapa tidak kecewanya perasaan seorang perempuan.
Perihal peristiwa seperti itu, penulis punya cerita sendiri: tetangga sebelah awalnya menikah dengan seorang janda yang kebetulan belum mempunyai anak. Setelah menikah dan mempunyai anak laki-laki satu, istrinya pergi menjadi bekerja ke luar negeri. Selang beberapa tahun setelah janda itu pulang, dia malah diceraikan. Alasan si laki-laki adalah karena dia merasa kurang dimengerti oleh istrinya.
Yang menyedihkan, belum lama bercerai laki-laki tersebut sudah mendapatkan calon istri lagi, sebagai tambahan, dia masih perawan. Mungkin dia sudah berhubungan lama dengan perempuan baru ini. Masak sih baru bercerai sudah mau menikah lagi. Akhirnya laki-laki ini pun menikah lagi dan akhirnya sama ceritanya dengan istri pertama. Sesudah mempunyai anak satu, istrinya pergi bekerja ke luar negeri dan bisa ditebak, setelah dia pulang lalu diceraikan. Tidak cukup sekali hal ini berlangsung beberapa kali, banyak orang yang jadi korban laki-laki seperti itu.
Dari peristiwa yang amat dekat tersebut, penulis berfikir betapa perempuan amat direndahkan di depan kuasa kaum Adam. Tidak terlintas dalam benak mereka untuk menghargai martabat perempuan. Padahal laki-laki dilahirkan oleh kaum hawa dan proses melahirkan itu adalah pertarungan antara hidup dan mati.
Di jaman sekarang,  di pelosok desa banyak perempuan rela pergi keluar negeri hanya untuk menaikan derajat keluarganya. Entah yang sudah menikah maupun yang belum menikah. Pengorbanan dan keberanian mereka tetap tidak merubah asumsi masyarakat bahwa perempuan adalah makhluk lemah. Jadilah mereka masih trus dikerdilkan, dimarginalkan, bahkan dianggap penggoda suami orang. Asumsi dan stigma demikian merasuki masyarakat, menjadi doktrin turun temurun, menjadi paradigm, dan pada akhirnya memperlakukan perempuan seperti barang menjadi lumrah.
Perempuan sangat jarang memperoleh kedudukan terhormat di tengah masyarakat. Sedikit sekali yang bisa menembus memperoleh utuh jatidirinya sebagai seorang perempuan. Hal demikian meniscayakan kesadaran bersama masyarakat  bahwa perempuan sama sempurnanya dengan laki-laki, oleh karena itu mereka punya derajat yang sama.
Perempuan terus menjadi korban atas asumsi masyarakat yang patriarkhi. Wilayah hidup perempuan berkutat hanya pada pusaran segitiga sumur, dapur, dan kasur. Reduksi dan distorsi peran yang sangat konyol dan memuakan. Tidak sedikitpun perempuan mau seperti itu. Perempun mana yang tidak perlu menaikan setatusnya. Bahkan bila perlu perempuan memperoleh haknya yang sama dengan laki-laki.
Tiliklah dalam lingkungan kita sekarang apakah kita tidak merasa bahwa perempuan juga makhluk yang sempurna? Tidak ada satu pun kekurangannya. Perempuan menjadi penyempurna laki-laki, begitupun sebaliknya. Bukan hanya perempuan yang menjadi penyempurna, karena tanpa sadar stigma tersebut merendahkan perempuan. Perempuan seolah-olah hanya menjadi pendamping laki-laki. Kata-kata itu sangat mencederai kaum perempuan.
Sampai saat ini di kampung-kampung, hak perempuan ter-kerangkeng asumsi-asumsi masyarakat. Banyak sekali pernyataan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, cukup sampai SMA. Hal ini sangat kontras jika melihat perempuan kota. Mereka sudah banyak yang kuliah tetapi tetap saja derajatnya juga belum naik. Pelecehan yang bertubi-tubi terus saja dialamatkan kepada kaum perempuan. Perempuan sangat tidak aman. Hingga saat berjalan malam pun mereka enggan, juga karena asumsi masyarakat yang merendahkan perempuan yang berjalan sendirian di malam hari.
Apakah keutuhan seorang perempuan dilihat dari prilakunya yang manut? Tidak keluar malam, berdandan serba tertutup. Orang-orang demikian itu memberikan gambaran bahwa bangsa ini hanya bangsa yang mengolok-olok dirinya sendiri tanpa mau saling meninggikan derajat orang lain.
Dalam diri perempuan, baik fisik maupun non-fisik banyak yang dikuras habis entah itu tenaga atau perasaannya. Hukum sosial banyak memposisikan perempuaan sebagai korban arogansi laki-laki. Asumsi masyarakat beredar asih saja mencerminkan cara berfikir yang kerdil. Mereka tidak memandang kaum Hawa sebagai kehadiran yang niscaya sebagai manusia.
Dalam kehidupan sosial, dalam pembagian peran kerja di masyarakat, perempuan bisa melakukan apa yang dilakukan oleh laki-laki. Begitupun sebaliknya, karena peran ini sesungguhnya tidak ada ke-baku-an, semuanya bisa saling bertukar. Tidak perempuan saja yang  memasak tetapi laki-laki juga bisa. Tidak laki-laki saja yang kerja keluar rumah, perempuan juga bisa.
Sayangnya sejak kecil, kita sudah dicekoki oleh ajaran yang merendahkan dan menomorduakan perempuan. Sejak masih belajar dan ngaji di tajug-tajug kita sudah diajarkan bahwa Ibu Hawa diciptakan oleh Allah hanya untuk memenuhi keinginan dari Adam. Sehingga fungsi dari perempuan hanyalah sebagai pemenuh kebutuhan laki-laki saja.
Jauh di lubuk hati terdalam, laki-laki sebenarnya menyadari bahwa perempuan itu setara dengan laki-laki, keduanya sama-sama manusia. Akan tetapi karena egolah, laki-laki membatasi dan memperlakukan perempuan seenaknya. Usaha untuk membuat kesadaran ini bertolak adalah dengan mengutamakan kesadaran dalam hati nurani. Kembali pada inti tertinggi dan terdalam dalam diri manusia. Sehingga diperoleh kesadaran bersama bahwa semua manusia itu sama di mata Tuhan, tidak memandang itu laki-laki ataupun perempuan.

Kamis, 13 Desember 2012

Tanda Tanya (?)


Mengingat dan menggigihkan suasana ke harmonisan yang menjalin persatuan keberagaman corak, tanpa henti-hentinya sangat luar biasa tanpa bisa diukir oleh kata-kata yang terapung dalam limbah warna warli aliran sungai yang menjadi pusat atau titik penyatuan. Dilihat dari ekspresi kawan-kawanku yang tepatnya tanggal 29 mei 2012 ini kita menyaksikan Nobar (Nonton Bareng) bersama-sama pelataran ISIF (Institut Studi Islam Fahmina) cirebon.
Awalnya terlebih dahulu filem di putar oleh salah satu panitia Nobar yang dihadiri oleh berbagai warna dan corak atau atribut masing-masing dari Pelita sendri yang ter gabung dari berbagai agama, tetapi kental dengan kebersamaan yang begitu erat. Mimik atu ekspresi semuanya tertuju sebuah layar tanpa satu pun yang berpaling, pertama judulnya hanya sederhana sekali sebagai sebuah pikiran atau simbol lebih tepatnya tetapi itu cukup merepotkan buat saya yang hanya dalam satu kode atau sandi yaitu “?” (tanda tanya) simpel sekali buat judulnya, kelihatannya sepeleh awal aku mendengarnya. Ah mungkin hanya filem biasa saja, tidak ada ketertarikan sedikit pun tetapi seperti di judulnya itu sebuah “?” (tanda tanya itu yang membuat pikiran saya melambung tinggi, hayalanku tertuju satu titik setelah salah satu anak pelita menyautkan salah satu alur ceritanya. Katanya tentang “keberagaman”, wah pikiran saya langsung mencari-cari konsep tentang keberagaman itu sendri.
Masih adakan keberagaman tanpa tercecer, bermusuhan, saling serang dan pemboman itu semua sangat tidak manusiawi dimana Bineka Tunggal Ika yang di ulu-ulukan yang berbunyi “berbeda-beda bangsa tetapi satu jua” dimana rasa keperdulian dan rasa kerukunan. Di filem ini mencirikan suatu desa yang mana kental sekali berbagai agama. Begitu juga dengan keberaman kawan-kawan pelita yang begitu hangatnya di pelataran Isif.
Agama-agama yang mana miskipun ada pertentangan saling menyela satu sama lain yang mana itu terjadi dengan kenyataannya saling kecurigaan dan saling menghina satu sama lain hanya karna agama tetapi pemicunya hanya satu kepercayaan antar manusianya itu sendri yang tidak mau membuka perbedaan dalam kesamaan. Bila dihayati sebetulnya tiap agama sangat lah baik semuanya tiap ajaran agama mengajarkan saling tolong menolong menekankan kerukunan tanpa harus menjadi jarak antara agama dan saling merendahkan hati tidak saling menyombongkan agama masing-masing bahwa ini paling benar menurut mereka manusianya, padahal Tuhan sudah merencanakan semuanya, semua agama dibentuk oleh Tuhan adapun perbedaan itu sudah hal yang lumrah dari dulu jaman kanjeng Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah memerangi orang-orang yang tidak berdaya meskipun mereka beda agama.
Dengan diberikannya tontonan filem ? (Tanda Tanya) ini menunjukan berbagai agama sekelilingnya menjadikan suatu perbedaan yang begitu beragam dan rasa kebersamaan itu saling berkaitan yang sangat luarbisa. Kehidupan dalam filem itu memperlihatkan banyak objek yang sebetulnya menjadi sabjek berperan penting dan didalamnya tidak ada yang menjadi objek yang dideskriminasi.

Ketika


kau dibangunkan
ketika orang-orang membenturkan ambisinya
ketika adanya kelaparan
ketika itu lah adanya kerakusan
ketika ada gizi yang buruk
ketika itu lah mereka yang berfoya-foya
ketika yang ditindas
ketika itu lah mereka yang menindas
ketika mereka meminta-minta
ketika itu lah mereka berlomba-lomba memperkaya diri sendiry
ketika rakyat jelata meminta haknya
ketika itu lah pemerintah membatasinya

04 juni 2012